MENU

Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar (paling Terlengkap)

Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar (paling Terlengkap)]
Kita akan membahas pengertian takdir dan bukti-bukti qada dan qadar, sunatullah, hubungan iktiar dan tawakal, serta fungsi iman kepada qada dan qadar.

Pengertian Iman kepada Qada dan Qadar

Iman kepada qada dan qadar adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini dikuasai oleh suatu hukum yang pasti dan tetap yang tidak tunduk kepada kemauan manusia. Sesuatu itu meliputi semua kejadian yang menimpa seluruh makhluk hidup, termasuk manusia dan benda-benda yang ada di alam semesta. Kejadian itu berupa hidup atau mati, baik atau buruk, dan kemunculan atau kemusnahan.
Berikut ini akan diuraikan pengertian qada, qadar, dan hubungan antara keduanya.

1. Qada

Qada mempunyai beberapa arti. Beberapa arti tersebut dapat dilihat dalam ayat-ayat Al-Quran berikut ini.
a. Qada yang berarti hukum atau keputusan terdapat pada Surah an-Nisa' Ayat 65.
b. Qada yang berarti mewujudkan atau menjadikan terdapat pada Surah Fussilat Ayat 12.
c. Qada yang berarti kehendak terdapat pada Surah Ali 'Imran Ayat 47.
d. Qada yang berarti perintah pada Surah al-Isra' Ayat 23.

2. Qadar

Qadar juga mempunyai beberapa arti yang dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Quran berikut ini.
  • Qadar yang berarti mengatur serta menentukan sesuatu menurut batas-batasannya terdapat pada Surah Fussilat Ayat 10.
  • Qadar yang berarti ukuran terdapat pada Surah ar-Ra'd Ayat 17.
  • Qadar yang berarti ketentuan dan kepastian terdapat pada Surah al-Mursalat Ayat 23.
  • Qadar yang berarti kekuasaan dan kemampuan terdapat pada Surah al-Baqarah Ayat 236.
  • Qadar yang berarti perwujudan kehendak Allah swt. terhadap semua makhluk-Nya dalam bentuk-bentuk dan batasan-batasan tertentu pada Surah al-Qamar Ayat 49.

3. Hubungan Qada dan Qadar

Qada dan Qadar merupakan satu kesatuan. Qada merupakan ketentuan, kehendak, dan kemauan Allah swt., Sedangkan qadar merupakan perwujudan dari kehendak itu. Qada bersifat Qadim (lebi dahulu ada), sedangkan qadar bersifat Hudus (baru).
Seorang ahli bahasa Al-Quran, Iman ar-Raqib, mengatakan bahwa Allah swt. menakdirkan segala sesuatu dengan dua macam cara, yaitu
a. Memberikan qudrah atau kekuatan;
b. Membuat ukuran dan cara-cara tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari, kedua istilah lebih populer dengan sebutan takdir.
Menurut ulama ahlusunah waljamaah, berdasarkan pelakunya, ada dua macam perbuatan di alam semesta ini.
  1. Perbuatan yang pertama adalah perbuatan yang dilakukan Allah swt. terhadap makhluk-Nya. Dalam hal ini, tidak ada kekuasaan dan pilihan bagi semua makhluk, kecuali menerimanya. Contohnya, turunnya hujan, tumbuhnya tanaman, kehidupan, kematian, sehat, dan sakit.
  2. Perbuatan yang kedua adalah perbuatan yang dilakukan oleh semua makhluk. Semua makhluk melakukan segala perbuatan berdasarkan kehendak dan keinginan yang diberikan Allah swt. kepada mereka. Allah swt. juga memberikan kemampuan dan potensi kepada semua makhluk untuk melaksanakan dan keinginan mereka.
Sebagai orang yang beriman, kita harus mengerti segala kejadian yang menimpa diri kita. Selain disebabkan oleh perbuatan yang dikehendaki, kita juga memahami bahwa ada peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan kita. Hal itu adalah semata-mata kekuasaan Allah swt. Dengan memahaminya, kita akan bisa berlapang dada menerima segala takdir yang datang dari Allah swt.
Syekh Muhammad Saleh al-Usaimin mengemukakan bahwa takdir itu mempunyau empat tingkatan, yaitu al-'ilmu, al-kitabah, al-masyi'ah, dan al-khalqu.
  1. Al-ilmu atau pengetahuan adalah mengimani dan meyakini bahwa Allah swt. Maha Mengetahui segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, baik secara umum maupun terperinci, baik perbuatan-Nya sendiri maupun perbuatan makhluk-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi.
  2. Al-Kitabah atau penulisan adalah mengimani bahwa Allah swt. telah menuliskan segala ketetapan dalam lauh Mahfuz yang ada di sisi-Nya. Menurut bahasa, lauh berarti papan catatan dan mahfuz yang ada di sisi-Nya. Mneurut istilah, lauh identik dengan ummul-kitab (buku induk), yakni tempat pencatatan segala ketetapan atas makhluk-Nya. Dalam buku itu pula, Al-Quran disimpan sebelum diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian, istilah tersebut diberi kata sifat mahfuz yang berarti terpelihara. Dengan demikian, Lauh Mahfuz ialah tempat pencatatan ketetapan Allah swt. atas makhluk-Nya yang terpelihara disisi-Nya. Allah swt berfirman dalam Al-Quran Surah al-Hadid Ayat 22 berikut ini yang artinya "Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. (Q.S. al-Hadid/57:22)
  3. Al-Masyi'ah atau kehendak adalah mengimani bahwa kehendak Allah swt. terhadap segala sesuatu yang terjadi atau tidak terjadi, baik di langit maupun di bumi. Allah swt. telah menetapkan bahwa apa yang diperbuat-Nya adalah kehendak-Nya serta apa ang diperbuat para hamba-Nya adalah dengan kehendak-Nya juga. Allah swt. berfirman dalam Al-Quran Surah at-Takwir 28-29 yang artinya "(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mengkehendaki menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat mengkehendaki (menempu jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam. (Q.S. at-Takwir/81: 28-29)
  4. Al-Khalqu atau penciptaan adalah mengimani Allah swt. sebagai penciptaan segala sesuatu serta meyakini bahwa semua yang terjadi dari perbuatan Allah swt. adalah ciptaan Allah swt. Contohnya adalah langit, bumi, manusia, hewan, dan segala sifat serta perbuatan yang dilakukan oleh hamba-Nya. Manusia harus menyadari bahwa semua perbuatan dan perkataan muncul karena adanya dua faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Padahal, yang menciptakan kehendak dan kemampuan manusia adalah Allah swt. Siapa yang menciptakan sebab, dialah yang menciptakan akibatnya.
Demikianlah penjelasan tentang Pengertian Iman Kepada Qada dan Qadar .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Everyting

motogp